Pencarian

Senin, 30 Januari 2012

Hadiah buat Para Pemimpin



"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah: 30)

Ada 2 kisah yang boleh lah kiranya kita ambil teladan dalam peran kepemimpinan dalam setiap lini kehidupan kita, setidaknya untuk diri kita sendiri. Selamat membaca....^^
1.Nasihat Fudhail untuk Khalifah.

Suatu saat khalifah Harun al-Rasyid melakukan perjalanan haji.Dalam  perjalanan hajinya itu ia banyak meminta nasihat dari para ulama yang ditemuinya. Tapi dia tidak puas. Dia kemudian meminta kepada bawahannya untu membawanya kepada orang yang bisa menasehatinya lebih baik lagi. Lalu bawahannya membawanya kepada Fudhail bin Iyadh.

Ketika sampai di hadapan Fudhail bin Iyadh, Harun al-Rasyid mengatakan "Nasihatilah aku".

Fudhail menjawab, "Sesungguhnya ketika Umar bin Abdul Aziz menerima tampuk kekhalifahan dia memanggil Salim bin Abdillah, Muhammad bin Ka'ab, dan Raja' bin Haiwah, bukan aku".

Khalifah Harun al-Rasyid berkata, "Aku mendapatkan bencana dengan amanah Khalifah ini, nasehatilah aku karenanya". Akhirnya Khalifah Harun al-Rasyid memerintahkan pegawainya untuk memanggil ketiga ulama yang disebutkan Fudhail di atas. Lalu ketiga ulama itu menasehati Khalifah Harun al-Rasyid.

Salim berpesan, "Jika engkau ingin selamat dari siksa Allah, puasakan dirimu dari dunia, dan bukamu nanti ketika kematian menjemput"

Muhammad bin Ka'ab memberikan nasihat, "Jika engkau ingin selamat dari siksa Allah anggaplah orang mu'min yang lebih tua sebagai ayahmu, yang tengah sebagai saudaramu, dan yang kecil sebagai anak. Maka hormatilah ayahmu, muliakan saudaramu, dan sayangi anak-anakmu"

Raja' bin Haiwah memberikan nasihat, "Jika engkau ingin selamat dari siksa Allah, berikanlah kepada muslimin sesuatu yang engkau sukai dan jauhkan dari mereka yang engkau tidak sukai. Setelah itu matilah jika engkau mau".

Setelah selesai menceritakan itu, Fudhail bin Iyadh mengatakan, "Sementara aku sendiri berpesan kepadamu, aku sangat mengkhawatirkan engkau ketika kelak kaki-kaki manusia terpeleset. Apakah engkau mempunyai orang yang sanggup menasehati dan mengingatkan engkau."

Harun al-Rasyid mendengarkan nasihat itu menjadi sangat tersentuh. Ia menjadi sangat sedih dan merasa takut kepada Allah. Ia pun menangis di depan Fudhail.

Kisah tersebut memberikan pelajaran kepada kita untuk mendengar dengan bijaksana. Karena mendengar tak semata dengan telinga, tapi juga dengan hati, sikap dan perbuatan.


2. Berebut jadi Bawahan.

Ibrahim bin Adham sedang melakukan perjalanan jauh. Seseorang pemuda bermaksud mengikutinya.

"Baiklah," jawab Ibrahim bin Adham. "Akan tetapi, kita harus menetukan dulu siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin," Ibrahim bin Adham berpesan dan pemuda itu menyetujuinya.

Di tengah perjalanan mereka istirahat. Ibrahim bin Adham segera memasang tenda untuk berteduh, kemudian menyiapkan air minum dan makanan. "Wahai Syekh, anda pemimpin, tinggallah disana, biar saya melayani anda" sang pemuda mencoba menahan langkah Ibrahim.

"Tidak, seorang pemimpin punya kewajiban untuk melayani orang yang dipimpinnya, engkau harus patuh kepadaku, sebagaimana janjimu tadi" Ibrahim bin Adham memperingatkan.

Selesai istirahat, mereka siap meneruskan perjalanan. Pemuda tadi pun meminta tukar kedudukan. "Biarlah saya sekarang menjadi pemimpin agar dapat melayani orang yang dipimpin" pintanya.

"Baiklah" jawab Ibrahim. Ketika beristirahat lagi, Ibrahim mendahului memasang tenda, mengambil air dan menyalakan api untuk memasak.

"Wahai Syekh, sayalah sekarang pemimpin, maka saya yang patut melayani anda" seru pemuda itu. "Sebagai orang yang dipimpin, saya wajib memuliakan  orang yang memimpin dengan cara memberikan pelayanan yang baik" tukas Ibrahim.

Melakukan amal shalih, tidaklah perlu menunggu posisi yang tepat melakukannya. Karena sejatinya kita tak pernah tahu sisa kesempatan yang kita miliki untuk beramal shalih lebih baik lagi dan tidaklah semua amalan mampu dilakukan oleh seseorang, tapi sebuah amalan dapat dilakukan siapapun.

Wallahu a'lam bisshowaab...
*sumber: Kisah-kisah Teladan Para Sufi

Tidak ada komentar: