Pencarian

Sabtu, 31 Maret 2012

Ilmuwan Muslim Penemu Kamera





Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk ”Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia.”The Independent" 20 penemuan penting para ilmuwan Muslim menyebut sekitar yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura.

Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.

Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ”ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.

Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.

Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura

Tahukah Anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara ? Istilah itu muncul berkat kerja keras al-Hatham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejak kecil al-Haitham ydikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.

Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen – begitu dunia Barat menyebutnya – juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.

Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab al-Manazhir , tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin.

Jumat, 23 Maret 2012

Istiqomah di Jalan Dakwah


 

Sebagai seorang mukmin, tentunya tergetar hati kita ketika mendapatkan perintah dari Alloh SWT, ''Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat pada Alloh dan Rosul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Alloh dan sesungguhnya Alloh Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.'' (QS At-Taubah: 71). Inilah yang Alloh SWT perintahkan, bahwasanya kita memiliki kewajiban tuk terus berdakwah, mengajak dari jalan kebathilan menuju jalan kebenaran. Masalahnya disini, banyaknya aktivis2 dakwah yang kelelahan dalam mengemban amanah ini.. sehingga akhirnya pun, ia tak bisa istiqomah dan berguguranlah mereka2 itu di jalan dakwah. Na’udzubillah!!

Istiqomah sering kita artikan sebagai keteguhan hati atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqomah khususnya bagi para aktivis dakwah yang bukan berarti keistiqomahannya tak perlu di uji lagi. Padahal Alloh telah menjanjikan bagi hamba-Nya yang mampu beristiqomah, ”Sesungguhnya orang2 yang berkata, ”Tuhan kami adalah Alloh” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat turun pada mereka dengan berkata, ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan padamu.” (QS Fushshilat: 30)

Namun kenyataannya istiqomah tak semudah yang kita bayangkan, tak hanya kesholihan pribadi yang ternilai dari penampilan fisik saja maka ia bisa dikategorikan sebagai aktivis dakwah yang sudah istiqomah. Ingatlah, al-imanu yazid wa yanqus (iman itu naik-turun). Mungkin ada baiknya bagi para aktivis dakwah agar tetap bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah kalau menyadari dan meyakini apa tujuan dakwah kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya, sama halnya dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseot ke kanan-kiri.

Ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu pula aktivis dakwah yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, Alloh SWT yang akan memberi kebahagiaan sejati sesuai janji di atas.

Lihatlah dalam peristiwa ketika Abu Thalib, paman Rasululloh SAW, diminta pembesar-pembesar Quraisy untuk membujuk Rasululloh SAW agar menghentikan aktivitas dakwahnya. Dengan tegas Rasululloh SAW menjawab, ''Wahai paman, demi Alloh, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan persoalan ini hingga Alloh memenangkan perkara ini atau aku mati karenanya, niscaya aku tidak meninggalkan persoalan ini. Dan demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (memiliki dua pilihan, yaitu) benar-benar memerintah berbuat ma’ruf (amar ma'ruf) dan melarang berbuat munkar (nahi munkar), ataukah Alloh akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka doa itu tidak akan dikabulkan.'' (HR Tirmidzi). 

“Wa laa tahinu, wa laa tahzanu, wa antumul a’aluna in kuntum mu’minin”, Itulah firman Alloh SWT dalam surat Ali Imran 139 untuk melipur lara para aktivis dakwah yang keistiqomahannya tengah di uji. Jangan merasa lemah, jangan sedih, sesungguhnya kalian adalah kaum yang tertinggi derajatnya, jika kalian beriman. Ya, jika kalian beriman. Jika syarat-syarat untuk “menjadi kaum yang tertinggi”-nya sudah dipenuhi.

Ingatlah bahwa dunia dakwah ini menuntut seseorang untuk kembali kepada dasar pelajaran Aqidah yang sudah di pelajari di awal perkenalannya dengan Islam: All of things you have done are only for Alloh. Semua kembali kepada Alloh SWT saja.

Dan jangan lupa, satu lagi perkara yang berperan besar dalam menjaga keistiqomahan aktivis dakwah yakni menjaga ukhuwah. Cobalah berikan perhatian pada saudara2 kita sesama aktivis dakwah lainnya, wajah cerah ketika bertemu, saling berkunjung sehingga kita tahu keadaan keluarganya, masalah yang sedang dihadapinya serta keadaan imannya. Saling nasihat menasihati baik diminta ataupun tidak, saling bertukar-tukar hadiah dan saling mendoakan doa rabithah. Bila itu semua telah kita tunaikan, akan menjadi tipislah kemungkinan untuk bergugurannya aktivis di jalan dakwah, insya Alloh. 

Tarbiyah memang bukanlah segala-galanya, namun segalanya-galanya bermula dari tarbiyah ^_^ 

Senin, 19 Maret 2012

Adab Islami Sebelum Tidur

 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Adab islami sebelum tidur yang seharusnya tidak ditinggalkan oleh seorang muslim adalah sebagai berikut.

Pertama: Tidurlah dalam keadaan berwudhu.
Hal ini berdasarkan hadits Al Baro’ bin ‘Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ

“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu” (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

Kedua: Tidur berbaring pada sisi kanan.
Hal ini berdasarkan hadits di atas. Adapun manfaatnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim, “Tidur berbaring pada sisi kanan dianjurkan dalam Islam agar seseorang tidak kesusahan untuk bangun shalat malam. Tidur pada sisi kanan lebih bermanfaat pada jantung. Sedangkan tidur pada sisi kiri berguna bagi badan (namun membuat seseorang semakin malas)” (Zaadul Ma’ad, 1/321-322).

Ketiga: Meniup kedua telapak tangan sambil membaca surat Al Ikhlash (qul huwallahu ahad), surat Al Falaq (qul a’udzu bi robbil falaq), dan surat An Naas (qul a’udzu bi robbinnaas), masing-masing sekali. Setelah itu mengusap kedua tangan tersebut ke wajah dan bagian tubuh yang dapat dijangkau. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh istrinya ‘Aisyah.

Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017). Membaca Al Qur’an sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini lebih menenangkan hati dan pikiran daripada sekedar mendengarkan alunan musik.

Keempat: Membaca ayat kursi sebelum tidur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ ، فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَكَ وَهْوَ كَذُوبٌ ، ذَاكَ شَيْطَانٌ »

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan kemudian ada orang yang datang mencuri makanan namun aku merebutnya kembali, lalu aku katakan, “Aku pasti akan mengadukan kamu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam“. Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhumenceritakan suatu hadits berkenaan masalah ini. Selanjutnya orang yang datang kepadanya tadi berkata, “Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu,bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta’ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi“. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Benar apa yang dikatakannya padahal dia itu pendusta. Dia itu syetan“. (HR. Bukhari no. 3275)

Kelima: Membaca do’a sebelum tidur “Bismika allahumma amuutu wa ahyaa”.
Dari Hudzaifah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ »

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak tidur, beliau mengucapkan: ‘Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Bukhari no. 6324)

Masih ada beberapa dzikir sebelum tidur lainnya yang tidak kami sebutkan dalam tulisan kali ini. Silakan menelaahnya di buku Hisnul Muslim, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni.

Keenam: Sebisa mungkin membiasakan tidur di awal malam (tidak sering begadang) jika tidak ada kepentingan yang bermanfaat.

Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah)

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Senin, 12 Maret 2012

Kitab Aljabar, Karya Fenomenal Matematikus Agung

Berkas:Image-Al-Kitāb al-muḫtaṣar fī ḥisāb al-ğabr wa-l-muqābala.jpg
Salah satu halaman Kitab Aljabar



Sejatinya kitab ini berjudul al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-gabr wa'l-muqabala. Dalam bahasa Inggris kitab ini dikenal sebagai "The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing". Kitab peletak dasar matematika modern itu biasa pula disebut Hisab al-jabr wal-muqabala. Kitab ini merupakan karya seorang ilmuwan Muslim pada abad ke-9 M yang sangat monumental.